Minggu, 17 Mei 2020

PARADOKS PENDERITAAN


Markus 4:39,41 (TB)  Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. ... Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?"

Lukas 22:42 (TB)  "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi."

_______

Bagaikan satu mata uang logam dengan dua wajah, penderitaan dan eksistensi manusia tidak dapat dipisahkan. Paradoks ini menyebabkan beragam asumsi muncul. Kaum teistik menawarkan solusi dari sudut pandang Allah. Ada yang menawarkan beberapa jalan agar terbebas dari penderitaan, ada pula yang mewajibkan bentuk-bentuk ritual sebagai jawabannya, dan ada pula yang menyajikan janji pengharapan eskatologis sebagai tawaran akhir yang melegakan. Sementara kalangan atheis dan agnostik dibuat pusing olehnya--sebagain di antara mereka memilih menerima dengan tegar, pasrah dengan keyakinan eksistensialnya, namun sebagian justru dengan brutal mencaci-maki Allah yang diyakini sebagai biang keroknya.
Dalam konteks yang lebih spesifik, respons yang beragam pun ditunjukkan oleh orang percaya. Sebagian ada yang menerima dengan lapang dada sebagai bentuk kehendak dan kedaulatan Allah, sebagian masa bodoh, sebagian lain justru dengan gagah berani menantang dan menghadapi pergumulan itu mengatasnamakan "iman". Namun ada yang berbeda dengan Kristus!

Hal esensial dalam iman Kristen yang secara eksplisit dinyatakan oleh Kristus adalah bahwa di dalam Kristus, penderitaan kini bukan hanya menjadi bagian manusia tetapi juga menjadi bagian Allah. Kristus adalah Allah yang menderita! (Ibr. 4:15). Hanya di dalam iman Kristen lah, Allah dapat benar-benar merasakan penderitaan manusia sehingga Ia begitu memahami bagaimana kondisi, pengharapan, dan kerinduan hati  umat manusia. Allah-allah lain, dan manapun yang didandani dengan argumentasi teologis paling cantik sekalipun namun tidak dapat merasakan penderitaan manusia adalah allah palsu! Bagaimana mungkin seseorang dapat memahami perasaan orang lain yang menderita sementara ia sendiri tidak tahu dan tidak pernah merasakan apa artinya menderita?
Paradoks penderitaan di dalam iman Kristen mengajar kemuliaan Kristus yang lebih gemilang bagi unat-Nya dibandingkan dengan pergumulan fisik kita yang sementara. Di dalam pergumulan Kristus, kita belajar tentang apa yang dinamakan sisi paradoksal penderitaan itu dan bagaimana menyikapinya.

Pada bacaan di atas terdapat dua peristiwa yang direspon secara berbeda oleh Kristus. Peristiwa pertama ketika perahu yang ditumpangi-Nya dan para murid hampir karam karena di hantam badai, Kristus menunjukkan kedaulatan kuasa-Nya atas alam. Pesan pertama yang ingin disampaikan-Nya pada kita adalah bahwa Ia merupakan Allah yang berototitas atas semesta termasuk terhadap pergumulan hidup yang berat, maka tetaplah percaya sepenuh hati pada-Nya, jangan takut! (Rm. 8:35-37).

Kedua, pesan paradoksal dalam pergumulan menuju Kalvari adalah bahwa Penderitaan di dalam iman merupakan jalan menuju kemuliaan Allah! Maka ketaatan merupakan kunci utamanya. Kristus dengan kuasa dan kedaulatan-Nya atas alam semesta, dapat saja dengan mudah memporak-porandakan pasukan Romawi, namun dalam penundukan diri, kasih, dan misi penyelamatan, Ia memilih untuk taat! Penderitaan di dalam Tuhan mengerjakan kemuliaan bagi orang percaya (1 Ptr. 4:13).

Penderitaan  adalah momentum paradoksal dimana Allah  memproses umat-Nya untuk belajar menempatkan iman dan ketaatan secara proporsional sesuai dengan kehendak dan kedaulatan-Nya. Namun penderitaan juga dapat menjadi momentum penting dimana Allah mengungkapkan kepalsuan iman palsu manusia, dan kepalsuan allah-allah palsu. SDG!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar